Kamis, 09 Agustus 2012

Belum ada UU Keperawatan, Posisi perawat selalu "terjepit"

PPNI -- Sekjen Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadillah SKP SH MH Kes mengatakan, tugas perawat kesehatan yang notabene sebagai tangan panjang dokter sering berada pada posisi yang terjepit. Jika terjadi kesalahan atau malpraktek, maka lebih sering ditimpakan pada perawat, karena memang batasan-batasan jelas aturan keperawatan belum ada.

Hal itu diungkapkan Harif Fadhillah ketika menjadi pembicara pada  seminar nasional tentang aspek legal registrasi perawat sebagai perlindungan hukum dalam praktik keperawatan, di Auditorium RSUD Saras Husada Purworejo, beberapa waktu lalu. Hadir dalam seminar tersebut Ketua PPNI Provinsi Jawa Tengah dan Ketua PPNI Yogyakarta, Ketua PPNI Kabupaten Purworejo, serta dari Kejaksaaan Negeri dan Polres sebagai narasumber. Menurutnya, Undang-Undang (UU) Keperawatan sangat penting untuk segera dibahas dan disahkan, guna menghindari ketidakjelasan. “Bulan Juli ini Rancangan UU Keperawatan sudah masuk ke DPR, dan akan dibahas pada pertengahan bulan. Kita sebagai PPNI untuk bisa dan terus mengawal RUU keperawatan tersebut hingga sampai final untuk disahkan,”katanya.

Ia mencontohkan, ketika perawat salah dalam menerjemahkan tulisan resep dokter dalam memberikan obat kepada pasien, yang berakibat fatal bagi pasien. Dalam kasus seperti ini biasanya perawat yang disalahkan, sehingga perawatlah yang harus berurusan dengan hukum. “Maka perawat harus berani menolak ketika resep dokter tidak bisa dibaca, dan juga harus berani menolak ketika disuruh menggunakan alat kesehatan padahal sebelumnya tidak pernah dikenalkan penggunaan alat kesehatan tersebut,”tegasnya.

Disamping itu, dalam upaya perlindungan utama seorang perawat untuk membela diri, perawat harus berusaha memahami konsep malpraktik dan memahami cara kerja hukum. Kemampuan membela diri sangat diperlukan, agar perawat tidak menjadi mangsa orang-orang yang ingin mengail di air keruh.

“Sehingga harus waspada terhadap kemungkinan ‘somebody’  dirumah sakit tempat anda bekerja, yang tidak untuk berobat atau besuk pasien, tetapi untuk menemukan pasien yang kecewa dan memprofokasinya agar menggugat anda,” paparnya.
Menurutnya, praktik tenaga kesehatan dianggap salah apabila melanggar hukum pidana, perdata dan administrasi. Untuk pelanggaran hukum diselesaikan melalui hokum, sedangkan pelanggaran kode etik diselesaikan melalui majelis kode etik.

Terkait dengan praktik perawat Harif menegaskan hal yang harus diperhatikan perawat dalam melakukan praktik agar sesuai dengan Permenkes no.148/2010 antara lain memiliki izin STR ( Surat Tanda Registrasi) tentang registrasi tenaga kesehatan, syarat sertifikat kompetensi, dan memiliki SIPP (Surat Izin Praktik Perawat).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar